Budaya
Anak-Anak saat ini dan Media Baru
Kemajuan pada
media baru serta kehadiran internet sebagai media baru ikut mendorong
pertumbuhan masyarakat informasi (August & Meadows, 2008:42). Dapat dibilang,
pengguna internet tidak hanya semakin bertambah banyak dalam jumlah, namun juga
semakin luas cakupannya, termasuk rentang usia. Kini, anak-anak pun menjadi
pengguna. Di Indonesia ditemukan data bahwa 20-30 persen anak berusia 8-17
tahun mengakses situs (bkkbn.go.id, 2010), di Filipina 74 persen anak-anak usia
10 sampai 17 tahun mengakses internet (Asian Institute of Journalism and
Communication, 2009), dan di Inggris terjadi peningkatan pengetahuan IT pada
anak-anak usia 12-15 tahun hingga 70 persen (Ofcom, 2011).
Dilihat dari secara keseluruhan,
media baru pada saat ini telah manjadi pokok perbincangan di setiap kalangan,
baik tua maupun muda, baik remaja bahkan anak-anak usia dini. Terlihat secara
signifikan bahwa peran anak-anak sekarang ini telah jarang ditemui dikalangan
masyarakat. Hal tersebut lah yang mempengaruhi budaya anak-anak zaman sekarang
ini sehingga saat ini anak-anak telah dirubah kebudayaannya oleh media baru. Anak-anak
seusia dini mungkin seharusnya banyak berkeliaran diluar rumah, dan sangat
aktid untuk bersosialisasi terhadap lingkungannya, namun karena adanya budaya
baru seperti internet yang sekarang ini dapat mengakses apa saja, maka
anak-anak akan terbiasa menutup diri mereka, anggap saja bahwa anak-anak saat
ini lebih memilih game online yang sangat mudah diakes melalui
internet, yang nantinya akan menimbulkan bedroom
culture, yang dapat diakses sendiri dan akan menciptakan budaya enggan
bertanya pada anak-anak.
Sebuah budaya akan tercipta dengan
sendirinya bila dilakukan secara rutinitas atau terus menerus, hal itu juga
sudah tergambar jelas bahwa keadaan saat ini bahwa anak-anak akan menciptakan
budayanya sendiri karena adanya kebiasaan. Kebiasaan-kebiasaan itu lah yang
akan mengarahkan mereka terhadap hal-hal yang berbau negative maupun positif. Jelas
sekali, bahwa anak-anak sekarang ini lebih maju pengetahuan nya tentang dunia
luar dan sangat banyak sekali informasi-informasi luar negeri yang dengan mudah
mereka peroleh melalui internet sehinggan membuat mereka mau tidak mau
melupakan media-media lama seperti Koran atau majalah yang dulunya sebagai
sumber informasi. Ketertarikan pada media baru bukan hal sepele lagi untuk
disinggung bagi kalangan masyarakat, media baru disini telah menciptakan segala
bentuk penilaian bagi individu maupun kelompok atau komunitas.
Poin pentingnya saat ini anak-anak
telah ber metamorfosa menjadi anak-anak yang disebut dengan cyberkids atau the
digital generation (Facer & Furlong, 2001; Buckingham, 2006; Tapscott,
1999; dalam Livingstone, 2011:348). Generasi digital atau anak-anak cyber dalam
pengertian ini adalah generasi yang sudah terbiasa dengan teknologi komunikasi
dan informasi. Generasi inilah ialah para “pemain” internet, mereka menemukan
kemampuannya beraktivitas online secara mandiri, dan bahkan jika dibandingkan
dengan orang dewasa mereka bisa lebih canggih dalam menguasainya. Sebab pada
beberapa penelitian, seperti yang disebutkan Livingstone (2011:348),
anak-anaklah yang mendorong terjadinya difusi teknologi komunikasi dan
informasi masuk ke rumah. Mereka telah dianggap lebih fleksibel dan kreatif.
Mereka secara aktif memilih media dan konten media tersebut.
Media baru lainnya bukan hanya
internet saja, tetapi kali ini ialah media-media yang sangat dekat dengan
anak-anak sehingga mereka melupakan budaya anak yang seharusnya. TV atau televise
merupakan media yang sangat dekat anak-anak. Setiap keluarga pasti memiliki televise
dirumah dan ditonton setia hari dan setiap waktu, hal ini bahkan memungkinkan
bahwa anak-anak cenderung akan lebih senang menonton TV dibandingkan
beraktifitas lainnya. Kebanyakan anak menonton TV bukan hanya tayangan anak.
Anak menonton segala acara, termasuk tayangan kehidupan orang dewasa.
Masalahnya, jika anak menonton acara anak pun, belum tentu anak akan bebas dari
virus buruk TV. Banyak acara TV bertema kekerasan dan mistik. Aksi kekerasan
semacam membunuh, menembak, memukul, menampar, menendang, dan melukai sangat
banyak tampil dalam acara anak-anak, baik animasi maupun sinetron. Ini belum
ditambah dengan kekerasan verbal dan kata-kata kasar.
Dalam bermain game online, anak cenderung bermain tanpa memikirkan waktu dan
segala jenis keadaan. Game online
saat ini bukan hanya hiburan semata yang ditunjukkan untuk anak, namun isi
permain pada game online sekarang ini
banyak yang mengadung kekerasan contoh Mortal Combat, Tomb Rider, Resident
Evil, Street Fighter, dan lain-lain. Video game ini merupakan game yang
diperuntukkan bagi orang dewasa, tetapi saat ini telah menjadi permainan populer
di kalangan anak-anak. Permainan semacam ini menyajikan darah dan kekejaman
secara ekspresif dan menu utama. Segala jenis bentuk permainan game online dapat membawa dampak buruk
karena permainan ini sangat berpotensi mengucilkan anak-anak dari lingkungan
sosialnya. Permaianan elektronik ini telah menghambat anak-anak untuk
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya sehinggan membentuk budaya bagi
anak-anak. Mereka hanya bermain sendirian, interaksi dilakukan hanya dengan
tokoh-tokoh maya yang padaa tingkat tertentu dapat mereka kendalikan dan mereka
prediksi perilakunya. Dengan demikian permainan elektronik ini menutup peluang
anak untuk berlatih menghadapi orang-orang lain dalam kehidupan sebenarnya.
Permainan ini berpotensi menghambat proses sosialisasi anak-anak. Permainan ini
juga dapat membuat anak kecanduan dan berbagai macam hal negative lainnya.
Yang terakhir ialah pengguna handphone di kalangan anak-anak. Bukan hal
tabu lagi jika saat ini kita melihat anak-anak telah menggenggam sebuah barang
elektronik ini. Budaya anak terhadap pengguna HP saat ini sudah membentuk
karakter anak yang menjadi lebih pasif dalam berkomunikasi langsung. Media yang
satu ini punya kemampuan yang banyak sekali, bukan sekedar untuk menelpon atau
sms, dan lain-lain. HP juga dapat dipakai untuk mengakses internet. Survei YPMA
tahun 2006 menunjukkan bahwa anak umumnya menggunakan HP untuk meng-SMS,
menelpon teman, memotret gambar, bermain game
dan bertukar gambar melalui MMS. Hanya sebagian kecil, anak yang menggunakan HP
untuk menelpon orangtua mereka.
Anak-anak boleh saja menggunakan
media baru untuk sisi positif kedepannya, namun jika ditelaah lagi, banyak
anak-anak menyalahgunakan kesempatan mereka sebagai pengguna media baru ke
beberapa-beberapa hal yang negative. Anak-anak cenderung memiliki sisi
keingintahuan yang sangat besar dan sudah selayaknya para orangtua sadar akan
perannya untuk menjaga anak-anak mereka dari dunia globalisasi ini. Terbentuknya
budaya pada anak-anak pada saat ini juga akan menjadi PR untuk para orang tua
karena bagaimana pun anak-anak seharusnya mendapatkan pengalaman masa anak-anak
mereka dengan lingkungannya dan bersosialisasi dengan sangat baik untuk
membentuk kepribadiannya dimasa depan dan dapat terbentuknya budaya anak yang
seharusnya.